Majalengka, JURNALPOST.CLICK– Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Majalengka, H Karna Sobahi soroti dan mengkritisi putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Majalengka terkait gugatan perdata yang dilayangkan Hamzah Nasyah, Kamis, (12/6/25).
Menurutnya, dalam pelaksanaan persidangan dengan agenda pembuktian secara keseluruhan dapat diketahui bersama, bahwa berdasarkan fakta, Hamzah Nasyah sebagai penggugat telah melakukan sikap yang indisipliner.
Karna Sobahi merasa kaget dengan keputusan dari pengadilan negeri Majalengka hari ini, yang menyatakan pihaknya disalahkan dari semua lini dalam proses pengajuan atas pelanggaran berat yang dilakukan penggugat dalam instruksi DPP terkait dengan Pilkada di Majalengka.
“Keputusan itu menganggap bahwa keputusan ketua umum itu dianggap salah, tidak berlaku dan tidak sah. Sementara, dua saksi ahli baik dari saksi ahli penggugat menyatakan (pemecatan) sah secara hukum, hanya prosesnya perlu diuji,” ucap Ketua DPC PDI-P Majalengka.
Dikatakan Karna, dalam pengambilan putusan ini, majelis hakim salah tafsir, bahwa Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Partai merupakan suatu delegasi kewenangan dari Undang-Undang Partai Politik, bukan sebagai aturan yang khusus diatur secara terperinci untuk melaksanakan secara teknis dari aturan yang umum.
Terkait pertimbangan hakim bahwa peraturan partai tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada diatasnya (memakai asas, peraturan yang dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan aturan yang berada diatasnya) disebut Karna, itu merupakan hal yang salah tafsir.
Karena, lanjut dia, AD/ART serta Peraturan Partai itu sebagai delegasi wewenang dari Undang-undang partai politik atau dikenal dengan teori open legal policy.
Ketua DPC PDIP Majalengka menerangkan, AD/ART dan Peraturan Partai, sebelum diberlakukan harus terlebih dahulu disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Yang mana pengesahan ini, kata Karna, bertujuan untuk menjamin agar AD/ART dan peraturan partai ini tidak bertentangan dengan aturan terkait/aturan yang ada diatasnya.
Terdapat ketidakjelasan dalam undang-undang partai politik, yang menyebutkan bahwa di satu sisi putusan Mahkamah Partai ini bersifat final dan mengikat.
Namun dalam undang-undang partai politik ini juga disebutkan ketika penyelesaian perselisihan tidak tercapai dalam Mahkamah Partai maka dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri.
“Dengan Putusan ini, hakim sebagai perwakilan Tuhan di muka bumi, tidak memegang prinsip kepastian hukum, dikarenakan AD/ART dan peraturan partai ini merupakan delegasi wewenang dari undang-undang partai politik,”
“Dan sesuai dengan pertimbangan majelis hakim, yang menyatakan majelis hakim sependapat dengan para tergugat, bahwa perbuatan penggugat yang hadir saat kampanye calon Bupati lain merupakan pembangkangan terhadap ketentuan, keputusan dan garis kebijakan partai yang merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin partai,” terang Karna.
Dijelaskannya, mengenai kewenangan Pergantian Antar Waktu (PAW), pemberhentian anggota partai adalah sepenuhnya kewenangan partai.
Dengan putusan hakim, sambung dia, yang menyatakan keputusan partai ini batal demi hukum akan membuat ketidakpastian hukum.
“Kami kecewa, majelis hakim yang seharusnya memberikan kepastian hukum, dengan ini malah membuat ketidakpastian hukum,” tegasnya, geram.
Ia juga menegaskan bahwa sikap majelis hakim yang sewenang-wenang telah membuat seluruh kader PDI Perjuangan se-Kabupaten Majalengka marah.
“Kami khawatir, hal ini akan menimbulkan gejolak politik dan mengganggu keamanan, dan ketertiban masyarakat,”
“Oleh karenanya kami mengimbau agar setiap institusi hukum dan pemerintah selalu berdiri tegak serta berpihak kepada keadilan masyarakat,” tandasnya.(*)