Mengenal ‘Sampyong’ Seni Budaya Asli Majalengka

0

Majalengka, JURNALPOST.CLICK– Sampyong adalah Seni Budaya asli Kabupaten Majalengka yang berdiri pada abad 14.

Sampyong itu sendiri berawal dari kata Sampiyuhan (adu nali kekuatan dan ketangkasan beladiri).

Pada waktu itu, Sampiyuhan atau Sampyong merupakan sarat seleksi masuknya Pamitran (Pasukan Pengawal dan Abdi Dalem Kerajaan).

Yang menjadi tokoh jawara saat itu bernama Ki Peres Suranenggala. Ia adalah merupakan tokoh jawara Sampyong yang paling disegani.

Pada abad ke-18 Ki Bagus Rangin membentuk suatu wadah yang dinamakan “Jayang Sekar”. Dikumpulkan lah para pemuda tangguh untuk dilatih sebagai garda terdepan guna persiapan dari ancaman yang datang dari luar yang akan mengganggunya ketentraman.

Sekitar pada tahun 1960, seni Sampyong bermunculan dimana-mana, seperti di Desa Kulur, Cibodas, Simpeureum, Cigasong, Manjeti, Baribis, Cijati, Jati pamor, Pasir Muncang, Kiara Pandak, Panyingkiran, Mandapa, Balida, Kertajati, Biyawak dan Jatitujuh.

Pemain Sampyong meliputi dua orang yang saling pukul silih berganti dengan menggunakan alat peraga yang bernama rotan.

Rotan itu sendiri berdiameter 60 cm untuk dipakai sebagai alat pemukul terhadap lawannya. Pukulan dalam pertarungan Sampyong sebanyak tiga kali pukulan dan pemukul dibatasi dari mulai pinggul sampai mata kaki.

Permainan ini tidak memakai durasi tapi yang dipakai adalah banyaknya pukulan, yaitu setiap pemain berhak memukul lawannya sebanyak tiga kali pukulan dan silih berganti memukul.

Adapun yang mengatur jalanya permainan adalah Malandang atau dengan kata lain sama dengan wasit.

Kemudian permainan Sampyong itu diiringi dengan gamelan seperti gendang, goong, terompet, kolenang, kecrek dan diiringi oleh lantunan kawih dengan juru kawih atau yang biasa disebut sinden.

Permainan Sampyong dewasa ini telah melakukan transformasi. Kerena zaman dulu kala ketika itu pelaku Sampiyuhan banyak yang cedera bahkan ada yang patah tulang sampai meninggal dunia.

Untuk mengantisipasi adanya korban tersebut, maka Padepokan Sampyong sepakat mengadakan transformasi untuk menjaga supaya tidak ada korban di dalam permainan seni asli Majalengka itu.

Pada saat ini yang masih melestarikan Seni Budaya Sampiyuhan adalah Paguyuban Karang Kamuning yang diketuai oleh Ki Aduy Mangku Bumi atau lebih akrab disebut UU yang berdomisili di Kelurahan Cijati.

Kemudian Padepokan Braja Manggala yang dipimpin oleh Abah Dedi yang beralamatkan di Desa Kulur.

Para pemain Sampiyuhan harus mempunyai kekuatan spiritual yang mumpuni. Karena kalau polos atau orang biasa yang tidak punya kekuatan batin akan berakibat fatal dari pukulan rotan. Pasalnya, si pemukul akan memukul dengan sekuat tenaganya.

Ki Aduy Mangku Bumi atau lebih akrab dipanggil UU ketika ditemui awak media di kediamannya, berharap pemerintah khususnya dinas terkait supaya lebih peduli terhadap Seni Sampiyuhan. Terlebih, Sampyong ini asli dari Kabupaten Majalengka.(*)

(Abah Iwok)

Bagikan Artikel

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini